Langsung ke konten utama

Reinkarnasi

Setelah menyadari banyak kaum "ANU" yang memandang DANGHYANG itu sebagai bangsa SYAITAN/JIN.

Makna DANGHYANG adalah LELUHUR YANG TELAH ADA LEBIH DAHULU SEBAGAI SEBUTAN GELAR BAGI YANG DIHORMATI.

DANGHYANG (danyang) adalah istilah asli Masyarakat Bhumi Nusantara ini khususnya Masyarakat Jawa, Sumatra, Kalimantan bahkan Sulawesi.

Diserap oleh kaum Buddha dan Hindu yang hidup di bhumi nusantara menjadi SANGHYANG.

Misal : Sanghyang Widhi.
Sedangkan dalam Lontar Jawa Kuno Sanghyang Kamahayanikan (Lontar yang berisi ajaran Buddha, istilah Danghyang dan Sanghyang digunakan untuk mempersonifikasikan ajaran Buddha khususnya Tantra).
Misal : Sanghyang Taya, Sanghyang Tunggal, Sanghyang Mahodayan, Sanghyang Vajra, Sanghyang Mandala, Danghyang Akshobya, Danghyang Amitbha, Danghyang Amoghaphasa, dll.

Selain itu  juga untuk menyebut Guru Buddha dengan sebutan DANG ACARYA..

Kata serapan lain dari DANGHYANG adalah DAENG.

Dan salah satu kepercayaan Asli Masyarakat Nusantara ini adalah sanak keluarga yang meninggal akan bersatu kembali dengan PARA DANGHYANG (PARA LELUHUR).

Dimana Para Danghyang dianggap ada yg hidup di Pohon, Gunung, Lautan, Danau, Sungai, Sendang, Bebatuan Besar, dll.

Seringkali Masyarakat Asli Nusantara melalukan ritual Penghormatan kepada PARA DANGHYANG dengan melakukan puja di Lautan, Gunung, Pohon Besar, Danau, Sungai, Sendang, Bebatuan agar PARA DANGHYANG (PARA LELUHUR) senantiasa melindungi bhumi tempat mereka hidup.

Setelah badan (raga) terpisah dengan hidupnya, badan kasar kembali ke tanah sebagai pupuk, semuanya sama tidak memandang cantik juga tampan atau kaya dan miskin. Badan kasar kembali menjalankan fungsinya sebagai tanah untuk membesarkan pepohonan dan tanaman.
Sesuai dengan ajaran Hindu, di yakini bahwa kita hidup di dalamnya, oleh karena itu, masyarakat yang memahami Hindu memberi penghormatan kepada pohon yg jatuh pada hari Sabtu keliwon uku wariga. Disanalah kita menghormati leluhur di setiap yang tumbuh di atas bumi ini. Karena pepohonan banyak yang di babat sembarangan, itu pertanda tidak hormat sama leluhur, akibatnya timbul bencana alam, baru 1 jaman kiamat telah di kenali dari salah satu kriteria paham ini, maka lahir paham tattwamasi dan Bhineka Tunggal Ika, begitulah paham Hindu  untuk menyetabilkan alam ini..

Seseorang hanya dapat memberikan apa yang dipunyainya. Seorang anak mempunyai genetik bawaan dari ayah dan ibu.
Setelah sadar, sifat yang tidak baik diputus siklusnya, sifat genetik yang baik ditumbuh-kembangkan.
Perbaikan genetik, itulah yang dapat dipersembahkan oleh anak yang  berbhakti.Tuhan mempunyai sifat keilahian dan kemuliaan, maka itu pula yang ada dalam diri manusia. Menumbuh-kembangkan ke-Ilahian dan kemuliaan itulah yang dapat dipersembahkan oleh manusia.
Kita lupa!, tidak ingat lagi bahwa kita sudah memiliki bekal dasar itu. Dan bekal-bekal lain yang kita peroleh dari orang tua, dari sekolah, dari agama dan dari masyarakat, sepertinya tidak memuaskan juga. Kita masih merasa hampa, masih kosong, masih mencari.
Kita pikir dengan menimbun harta kekayaan bisa membekali diri, ternyata tidak. Kemudian, kita pikir dengan meraih kedudukan dan menjadi tenar, kita akan bahagia.. Ternyata tidak juga. Kita tidak pernah puas, karena alam bawah sadar selalu membandingkannya dengan bekal dasar kita, yaitu ke-Ilahian dan kemuliaan kita. Alam bawah sadar pula yang mendorong kita untuk mencari bekal-bekal lain. Semuanya terjadi dalam ketidaksadaran. Tanpa sadar alam bawah sadar kita berjalan terus, bekerja terus. Yang kaya semakin rakus, yang mengejar nafsu birahi semakin buas karena kita telah melupakan keilahian dan kemuliaan diri.

Meskipun tubuhnya telah hancur,
Jiwa tetap bangkit dan kembali..

Semoga kesadaran muncul di segala penjuru.
Hidupnya Kebijaksanaan yang Sempurna..
Santhi Rahayu🙏🙏🙏

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sengugu atau srigunggu

Manfaat sengugu atau srigugu bagi kesehatan. Tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka atau agak terlindung, bisa ditemukan di hutan sekunder, padang alang-alang, pinggir kampung, tepi jalan atau dekat air yang tanahnya agak lembap dari dataran rendah sampai 1.700 mdpl. Senggugu diduga tumbuhan asli Asia tropik. Perdu tegak, tinggi 1 – 3 m, batang berongga, berbongkol besar, akar warnanya abu kehitaman. Daun tunggal, tebal dan kaku, bertangkai pendek, letak berhadapan, bentuk bundar telur sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi tajam, pertulangan menyirip, kedua permukaan berambut halus, panjang 8 – 30 cm, lebar 4 – 14 cm, warnanya hijau. Perbungaan majemuk bentuk malai yang panjangnya 6 – 40 cm, warnanya putih keunguan, keluar dari ujung-ujung tangkai. Buah buni, bulat telur, masih muda hijau, setelah tua hitam. Budidaya atau perbanyakan tumbuhan ini adalah dengan biji. Nama Lokal : Singgugu (Sunda), Srigunggu, sagunggu (Jawa), Kertase, pinggir tosek (Madura), Sengg...

Burung cabak

BURUNG NOCTURNAL (CABAK) Burung Cabak dengan nama latin Caprimulgidae dan Podargidae merupakan jenis burung pemakan serangga yang beraktivitas pada malam hari. Burung Cabak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam setiap jenisnya. Dimulai dari kebiasaan aktifitas hingga dengan makanannya. Burung   yang mengkonsumsi serangga pada umumnya melakukan aktifitas pada siang hari (Diurnal), namun beberapa dimalam hari yang biasa disebut Nocturnal. Di Indonesia sendiri hanya beberapa burung yang memiliki ciri “Pemakan Serangga dan Bersifat Nocturnal”. Dalam sebuah penelitian yang telah tertulis, hanya diketahui 2 suku jenis burung cabak yang bersifat pemakan serangga dan bersifat nokturnal, antara lain Burung Cabak (Caprimulgidae) dan Paruh Katak (Podargidae) juga disebut cabak di Jawa dan Bali. Kebiasaan Burung Cabak Burung cabak memiliki kebiasaan yang khas. Antara lain terbang berputar-putar pada senja dan dini hari sembari mengeluarkan suara tinggi meratap, “cwuirp” berulang-ulang den...

NawaSanga

Nawadewata  (Sembilan Dewa) atau  Dewata Nawa Sangha ( Sanga), tidak sama dengan Sang Hyang Widhi (Tuhan).  Dewa berasal dari bahasa Sansekerta “div” yang artinya sinar. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Hyang Widhi yang memberikan kekuatan suci untuk kesempurnaan hidup makhluk. Istilah Deva sebagai mahluk Tuhan adalah karena Deva dijadikan (dicipta-kan) sebagaimana dikemukakan di dalam kitab  Reg Veda X. 129.6.  Dengan diciptakan ini berarti Deva bukan Tuhan melainkan sebagai semua mahluk Tuhan yang lainnya pula, diciptakan untuk maksud tujuan tertentu yang mempunyai sifat hidup dan mempunyai sifat kerja (karma). Disamping pengertian di atas, dalam  Reg Veda VIII.57.2 , dijelaskan pula tentang banyaknya jumlah Deva yaitu sebanyak 33 yang terdapat di tiga (3) alam (mandala). Ketiga puluh tiga (33) Deva tersebut terdiri dari 8 Vasu (Basu), 11 Rudra, 12 Aditya, Indra dan Prajapati. Berikut adalah nama dan makna menurut Upanishad Brihadaranyaka dan itih...