Langsung ke konten utama

Kota Legenda Di India

Kota Kuno Ditemukan di India yang Terpapar Ledakan Atom.

"Lapisan abu radioaktif yang pekat di Wilayah Rajasthan, India, mencakup area seluas tiga mil persegi (7,77 km²), sepuluh mil
(16 km) sebelah barat Jodhpur. Untuk beberapa waktu telah ditetapkan terdapat tingkat kecacatan lahir dan kanker yang sangat tinggi di daerah yang sedang dibangun.

Tingkat radiasi di sana telah terukur sangat tinggi pada alat pengukur peneliti yang oleh pemerintah India sekarang menutup wilayah tersebut. Para ilmuwan telah menemukan sebuah kota kuno dengan bukti menunjukkan ledakan atom yang berasal ribuan tahun yang lalu, sejak 8.000 hingga 12.000 tahun, menghancurkan sebagian besar bangunan dan mungkin setengah juta orang. Seorang peneliti memperkirakan bahwa bom nuklir yang digunakan kira-kira seukuran yang dijatuhkan di Jepang pada tahun 1945.

Itulah Kota Mohenjo Daro,

Di balik keindahan lembah Sungai Indus ternyata tersimpan misteri. Salah satu pemukiman tertua di dunia terdapat di salah satu titik lembah ini yang bernama Mohenjo Daro yang terkadang diartikan sebagai “Mound of Dead”. Menurut analisa, Mohenjo Daro merupakan sebuah Kota Metropolis di masa lalu yang memiliki populasi penduduk hingga 35.000 jiwa. Sekarang ini situs Mohenjo Daro berada dalam wilayah administrasi tanah tinggi, distrik Larkana, Provinsi Sindh, Pakistan.

Mohenjo Daro mulai dibangun pada sekitar tahun 2.600 tahun SM dan merupakan salat satu pusat perekonomian dan administrasi di Lembah Sungai Indus. Oleh sebab itu pembangunan Kota Mohenjo Daro ini secara terencana. Kota ini memiliki grid jalan yang terenana dan sistem drainase yang rumit mengisyaratkan bahwa para penghuni kota ini adalah perencana kota yang terampil dan sangat memperhatikan sistem pengairan. Meskipun hingga sekarang menjadi sebuah misteri tentang siapakah bangsa yang tinggal di kota ini.

Kota ini tidak memiliki istana mewah, kuil, atau monumen. Tidak ada sistem pemerintah yang jelas atau adanya bukti kekuasaan dari raja atau ratu. Kesederhanaan, ketertiban, dan kebersihan rupanya disukai oleh penduduknya. Artefak yang ditemukan hanya berupa tembikar dan alat-alat dari tembaga serta batu yang standar. Tetapi terdapat kontrol yang ketat terhadap sistem perdagangan. Kekayaan kota ini dapat terlihat dalam artefak seperti gading, lapis, akik, dan manik-manik emas. Bangunan-bangunan di kota ini begitu maju, dengan struktur-struktur yang terdiri dari batu-bata buatan lumpur dan kayu bakar terjemur matahari yang merata ukurannya.

Di dekat lembah terdapat sebuah kolam yang disebut “Great Bath” yang memiliki dinding dari batu bata dengan dilapisi tar alami yang bertujuan untuk mencegah kebocoran, bertengger di atas bukit kecil.
Kolam yang berukuran 12x 7 m tersebut berfungsi sebagai tempat pemandian umum dan juga dijadikan tempat sebagai upacara keagamaaan.

Sumur dapat ditemukan di seluruh kota, dan hampir setiap rumah terdapat tempat mandi dan sistem drainase. Dengan belum adanya bukti kekuasaan raja atau ratu, maka kemungkinan Mohenjo Daro merupakan kota negara yang diatur oleh pejabat atau elite terpilih dari masing-masing wilayah.

Pada puncak kejayaannya, Mohenjo-daro adalah kota yang paling terbangun dan maju di Asia Selatan dan mungkin juga di dunia. Tahun 1900 SM, Mohenjo Daro mulai ditinggalkan. Penyebab berakhirnya peradaban di Sungai Indus ini masih menjadi misteri. Adanya pendapat bahwa Mohenjo Daro telah tiga kali mengalami banjir besar akibat luapan dari Sungai Indus. Pendapat ini pun disanggah oleh pendapat lain yang mangatakan bahwa Sungai Indus mengubah arah, yang akan menghambat ekonomi pertanian lokal sehingga dapat mengangu kepentingan kota sebagai pusat perdagangan.

Arkeolog pertama kali mengunjungi Mohenjo Daro pada tahun 1911. Beberapa penggalian terjadi pada tahun 1920 melalui 1931. Penggalian kecil berlangsung di tahun 1930-an, dan penggalian berikutnya terjadi pada tahun 1950 dan 1964.

Sejarawan Kisari Mohan Ganguli mengatakan tulisan suci India penuh dengan gambaran semacam itu, yang terdengar seperti ledakan atom seperti yang pernah terjadi di Hiroshima dan Nagasaki. Dia mengatakan referensi yang menyebutkan pertempuran kereta langit dan senjata pamungkas. Pertempuran kuno itu digambarkan dalam Drona Parva, bagian dari Mahabharata. "

"... Sebuah proyektil.
Ditenagai dengan seluruh kekuatan alam semesta.
Sebuah tiang pijaran asap dan api.
Seterang seribu matahari.
Membesar dengan kemegahannya..
Sebuah ledakan tegak lurus.
Dengan awan asap mengepul..

... Awan asap
Meninggi setelah ledakan pertama.
Membentuk lingkaran bulat yang meluas.
Seperti membuka payung raksasa..
Itu adalah senjata yang tak dikenal,
Sebuah petir besi,
Sesosok utusan kematian raksasa,
Yang berubah menjadi abu.
Seluruh ras Vrishnis dan Andhaka.
... Mayatnya terbakar.
Sampai tidak dikenali.
Rambut dan kukunya lepas,
Tembikar pecah tanpa sebab yang jelas,
Dan burung berubah menjadi putih.
Setelah beberapa jam.
Semua bahan makanan tercemar..

... Untuk melepaskan diri dari api ini
Para prajurit melemparkan diri mereka ke dalam arus air.
Mencuci diri dan peralatan mereka."

Itulah Brahmastra yang digunakan saat perang Mahabarata dalam Baratayudha, Dalam Kitab Veda disebutkan sebuah senjata yang diciptakan Dewa Brahma.

Pusaka Wayang : Brahmastra (Pelebur Langit Bumi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sengugu atau srigunggu

Manfaat sengugu atau srigugu bagi kesehatan. Tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka atau agak terlindung, bisa ditemukan di hutan sekunder, padang alang-alang, pinggir kampung, tepi jalan atau dekat air yang tanahnya agak lembap dari dataran rendah sampai 1.700 mdpl. Senggugu diduga tumbuhan asli Asia tropik. Perdu tegak, tinggi 1 – 3 m, batang berongga, berbongkol besar, akar warnanya abu kehitaman. Daun tunggal, tebal dan kaku, bertangkai pendek, letak berhadapan, bentuk bundar telur sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi tajam, pertulangan menyirip, kedua permukaan berambut halus, panjang 8 – 30 cm, lebar 4 – 14 cm, warnanya hijau. Perbungaan majemuk bentuk malai yang panjangnya 6 – 40 cm, warnanya putih keunguan, keluar dari ujung-ujung tangkai. Buah buni, bulat telur, masih muda hijau, setelah tua hitam. Budidaya atau perbanyakan tumbuhan ini adalah dengan biji. Nama Lokal : Singgugu (Sunda), Srigunggu, sagunggu (Jawa), Kertase, pinggir tosek (Madura), Sengg...

Burung cabak

BURUNG NOCTURNAL (CABAK) Burung Cabak dengan nama latin Caprimulgidae dan Podargidae merupakan jenis burung pemakan serangga yang beraktivitas pada malam hari. Burung Cabak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam setiap jenisnya. Dimulai dari kebiasaan aktifitas hingga dengan makanannya. Burung   yang mengkonsumsi serangga pada umumnya melakukan aktifitas pada siang hari (Diurnal), namun beberapa dimalam hari yang biasa disebut Nocturnal. Di Indonesia sendiri hanya beberapa burung yang memiliki ciri “Pemakan Serangga dan Bersifat Nocturnal”. Dalam sebuah penelitian yang telah tertulis, hanya diketahui 2 suku jenis burung cabak yang bersifat pemakan serangga dan bersifat nokturnal, antara lain Burung Cabak (Caprimulgidae) dan Paruh Katak (Podargidae) juga disebut cabak di Jawa dan Bali. Kebiasaan Burung Cabak Burung cabak memiliki kebiasaan yang khas. Antara lain terbang berputar-putar pada senja dan dini hari sembari mengeluarkan suara tinggi meratap, “cwuirp” berulang-ulang den...

NawaSanga

Nawadewata  (Sembilan Dewa) atau  Dewata Nawa Sangha ( Sanga), tidak sama dengan Sang Hyang Widhi (Tuhan).  Dewa berasal dari bahasa Sansekerta “div” yang artinya sinar. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Hyang Widhi yang memberikan kekuatan suci untuk kesempurnaan hidup makhluk. Istilah Deva sebagai mahluk Tuhan adalah karena Deva dijadikan (dicipta-kan) sebagaimana dikemukakan di dalam kitab  Reg Veda X. 129.6.  Dengan diciptakan ini berarti Deva bukan Tuhan melainkan sebagai semua mahluk Tuhan yang lainnya pula, diciptakan untuk maksud tujuan tertentu yang mempunyai sifat hidup dan mempunyai sifat kerja (karma). Disamping pengertian di atas, dalam  Reg Veda VIII.57.2 , dijelaskan pula tentang banyaknya jumlah Deva yaitu sebanyak 33 yang terdapat di tiga (3) alam (mandala). Ketiga puluh tiga (33) Deva tersebut terdiri dari 8 Vasu (Basu), 11 Rudra, 12 Aditya, Indra dan Prajapati. Berikut adalah nama dan makna menurut Upanishad Brihadaranyaka dan itih...