Sebelum membahas Peradaban Lemuria, Sumeria dan Atlantis, mari mengenal tentang Negeri Yang Terkutuk dengan memahami "MENTAL JAJAHAN".
“Kau bisa menghapus seluruh generasi, kau bisa membumihanguskan rumah-rumah mereka, mereka masih akan menemukan jalan kembali. Tetapi jika kau menghancurkan sejarah mereka, memusnahkan pencapaian-pencapaian mereka, kau bisa melihat seolah-olah mereka semua tak pernah ada.” (Frank Strokes, The Monuments Men).
Banyak dari kita meyakini, sebelum orang-orang dari kawasan Atas Angin (India, Cina, Arab, Eropa) datang ke Nuswantara, negeri ini tidak beradab atau tidak punya peradaban. Penghuninya dicitrakan sebagai ras-ras liar yang haus darah, bodoh, dan tunasusila. Contohnya bisa disimak pada kisah Ajisaka dan Dewatacengkar. Betapa Dewatacengkar, indigenous people tanah Nuswantara, diceritakan sedemikian buruk dan jahatnya. Dan untuk memberadabkan tanah Jawa, dibutuhkan seorang Ajisaka dari negeri seberang, agama dari negeri seberang, cara berpakaian dari negeri seberang, cara hidup dari negeri seberang.
Kita tak punya rujukan jelas tentang sejarah leluhur kuno tanah Nuswantara. Kalaupun ada, itu sangat minim dan tercatat baru mulai pada abad ke-4 Masehi. Seolah-olah, sebelum 4 Masehi, bangsa Nuswantara tak pernah ada. Ini diajarkan terus-menerus di sekolah-sekolah, membuat alam bawah-sadar anak-anak kita mengafirmasi bahwa mereka bangsa pupuk bawang, kalah tua dan beradab daripada Mesir, India, Yunani-Romawi, bahkan Arab. Konsekuensinya, kita sering kali minder ketika berhadapan dengan bangsa lain. Ini diperparah dengan kolonialisme-imperialisme selama 3,5 abad di mana bangsa pribumi ditempatkan sebagai kelas nomor tiga, bahkan empat, di tanahnya sendiri.
Kenapa itu bisa terjadi sementara di tanah ini terdapat peninggalan megalitik Gunung Padang yang diyakini usianya jauh lebih tua daripada Piramida Mesir? Jika memang sejarah kita dihancurkan, pencapaian-pencapaian leluhur kita dibasmi dari ingatan, siapakah yang melakukannya?
KONTAK AWAL ANTARA INDIA DENGAN INDONESIA
Para sarjana telah mengakui adanya kontak antara India dengan Indonesia sejak zaman kuno, namun secara pasti mereka belum bisa memberikan kepastian terhadap kapan dan bagaimana kontak itu dilakukan. Para peneliti selalu dihadapkan dengan minimnya informasi yang tersedia sehingga sulit menuliskan sejarah masa kuno. Kontak awal berlangsung di bidang perdagangan lalu pada masa-masa selanjutnya diikuti oleh kontak di bidang kebudayaan.
Indonesia, tepatnya Sumatera pada masa kuno dikenal dengan nama "Suvarnadvipa" atau "pulau emas". Kenyataannya, pulau ini sekarang tidak dikenal sebagai penghasil emas, malahan tambang emas terbesar ada dibangun di Papua oleh Freeport. Emas dan barang-barang tambang lainnya menjadi faktor pendorong yang paling kuat bagi orang-orang India pergi ke wilayah Nusantara.
Indonesia menjadi pusat arus lalu lintas perdagangan internasional yang terkenal dengan produk rempah-rempah, komfor, kayu cendana dan lain-lain. Faktor-faktor ini menarik perhatian para pedagang atau saudagar untuk mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Mereka lama-kelamaan membentuk koloni-koloni kecil di daerah-daerah perdagangan atau pelabuhan mempraktekkan tradisi yang mereka miliki dan lambat laun penduduk lokal berinteraksi secara kebudayaan India ke wilayah yang disebut "The Greatar India" karena migrasi intelektual tradisional dan profesional agama yang sering diikuti oleh kelompok-kelompok pedagang yang terpencar, membawa kebudayaan mereka termasuk tatanan religi. Mereka datang dari masa dan tempat yang berbeda-beda di India membawa nilai-nilai India yang ditempat barunya mendorong berkembangnya masyarakat pluralistik. India Selatan nampaknya lebih banyak pengaruhnya di Indonesia dibandingkan dengan wilayah-wilayah India lainnya. Tramlipti, sebuah pelabuhan di pantai Timur India Selatan disebut-sebut sebagai tempat penyeberangan orang-orang India yang berlayar menuju pulau-pulau di Nusantara.
Para peneliti di bidang studi Asia Tenggara berbicara atas data-data impirik di lapangan baru kemudian menyusun atau merekonstruksi sejarah dengan pembabakan, penokohan, ide-ide yang terlibat, dan lain-lain. Masih banyak hal yang belum bisa diungkapkan secara pasti yang masih menanti penerus-penerus pemikir untuk mengadakan penelitian-penelitiannya. Salah satu di antaranya adalah masalah kejelasan Aji Saka yang sering disebut-sebut sebagai orang yang memperkenalkan aksara di Indonesia. Pendapat ini diakui benar secara tradisional, namun secara ilmiah masih memerlukan pengkajian yang lebih komprehensif.
Komentar
Posting Komentar