Langsung ke konten utama

Peradaban Sungai Gangga

Lembah Sungai Gangga terletak antara Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Windya-Kedna. Sungai itu bermata air di Pegunungan Himalaya dan mengalir melalui kota-kota besar seperti Delhi, Agra, Allahabad, Patna, Benares, melalui wilayah Bangladesh dan bermuara di teluk Benggala. Sungai Gangga bertemu dengan sungai Kwen Lun. Dengan keadaan alam seperti ini tidak heran bila Lembah Sungai Gangga sangat subur.

Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa arya yang temasuk bangsa Indo German. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah timur. Bangsa Arya memasuki wilayah India antara tahun 200-1500 SM, melalui Celah Kaibar di Pegunungan Himalaya.

Setelah serangan bangsa Arya, bangsa Dravida menyingkir ke India Selatan. Tapi, ada pula yang akhirnya berbaur. Bangsa Arya yang berasal dari Laut Kaspia akhirnya menguasai wilayah subur sekitar lembah Sungai Gangga dan Indus. Sebelum menaklukkan bangsa Dravida, bangsa Arya dikenal sebagai bangsa yang bermatapencaharian sebagai peternak dan hidup nomaden alias mengembara. Kemudian, mereka menetap di daerah taklukkan dan membangun peradaban baru di lembah Sungai Gangga, sehingga kebudayaan di Lembah Sungai Gangga merupakan kebudayaan campuran antara kebudayaan bangsa Arya dengan bangsa Dravida. Kebudayaan campuran itu lebih dikenal dengan sebutan kebudayaan Hindu. Campuran kebudayaan ini membentuk sebuah agama besar, yang juga dinamakan Hindu.

Kasta diciptakan untuk pertama kalinya. Kasta sendiri diciptakan untuk menghindari percampuran ras.
Pembagian kasta ada empat, yaitu :
1. kasta brahmana, yang merupakan golongan agamawan dan ahli ilmu.
2. kasta ksatria, golongan bangsawan dan prajurit.
3. kasta waisya, golongan saudagar dan petani.
4. kasta sudra, golongan buruh dan budak.
Bangsa Arya masuk di golongan brahmana dan ksatria.

Peradaban Lembah Sungai Gangga meninggalkan jejak yang sangat penting dalam sejarah umat manusia kini. Di tempat ini muncul dua agama besar di dunia, yaitu agama Hindu dan Buddha. Agama Hindu muncul lebih dahulu daripada agama Buddha.

Agama Buddha lahir sebagi bentuk reaksi beberapa golongan atas ajaran kaum Brahmana. Golongan ini dipimpin oleh Siddharta Gautama. Ia adalah seorang putra mahkota kerajaan Kapilawastu yang meninggalkan hidup penuh kemewahan dan menempuh jalan kesederhanaan untuk menghindari penderitaan. Setelah sekian lama pencarian dengan jalan bertapa, akhirnya Siddharta mendapat sinar terang menjadi sang Buddha yang berarti “yang disinari”. Lambat laun agama Buddha mulai diterima masyarakat India dan menyebar ke berbagai belahan dunia. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, kedua agama ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan sejarah dan budaya Indonesia di masa awal.

Pada dasarnya peradaban dan kehidupan bangsa Hindu telah tercantum dalam kitab suci Weda (Weda berarti pengetahuan), juga dalam kitab Brahmana dari Upanisad. Ketiga kitab itu menjadi dasar kehidupan orang-orang Hindu. Kitab suci Weda merupakan kumpulan dari hasil pemikiran para pendeta (Resi). Pemikiran-pemikiran para pendeta (Resi) itu dibukukan oleh Resi Wiyasa dalam Kitab Weda, antara lain :

·  Reg-Weda, berisi syair-syair pemujaan kepada dewa-dewa.

·  Sama-Weda, memuat nyanyian-nyanyian yang dipergunakan untuk memuja dewa-dewa.

·  Yayur-Weda, memuat bacaan-bacaan yang diperlukan untuk keselamatan.

·  Atharwa-Weda, memuat ilmu sihir untuk menghilangkan marabahaya.

Keempat buku itu ditulis pada tahun 550 SM dalam bahasa Sansekerta. Ajaran agama Hindu memuja banyak dewa (polytheisme). Dewa utama yang dipuja dalam agama Hindu adalah:

a. Dewa Brahma sebagai pencipta,

b. Dewa Wisnu sebagai pemelihara atau pelindung,

c. Dewa Siwa sebaga pelebur (pembinasa/penghancur).

Di samping itu, juga dipuja dewa-dewa seperti:

a. Dewi Saraswati (Dewi Kesenian),

b. Dewi Sri (Dewi Kesuburan),

c. Dewa Baruna (Dewa Laut),

d. Dewa Bayu (Dewa Angin),

e. Dewa Agni (Dewa Api), dan lain-lain.

Umat Hindu yang ada di India berjiarah ke tempat-tempat suci seperti kota Benares, yaitu sebuah kota yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya Dewa Siwa.

“Air Sungai Gangga”, dipercaya dapat menyucikan diri manusia dan menghapus segala dosa. Agama Budha muncul ketika beberapa golongan menolak dan menentang pendapat kaum Brahmana.

Agama Budha tidak mengakui kesucian kitab-kitab Weda dan tidak mengakui aturan pembagian kasta di dalam masyarakat. Oleh karena itu ajaran agama Budha sangat menarik bagi golongan kasta rendah. Kitab suci agama Budha bernama Tripitaka (Tipitaka).

Perkembangan sistem pemerintahan di Lembah Sungai Gangga merupakan kelanjutan dari sistem pemerintahan masyarakat di daerah Lembah Sungai Indus. Runtuhnya Kerajaan Maurya menjadikan keadaan kerajaan menjadi kacau dikarenakan peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingin berkuasa. Keadaan yang kacau, mulai aman kembali setelah munculnya kerajaan-kerajaan baru. Kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya :

A. Kerajaan Gupta
Pendiri Kerajaan Gupta adalah Raja Candragupta I dengan pusatnya di Lembah Sungai Gangga. Pada masa pemerintahan Raja Candragupta I, agama Hindu dijadikan agama negara, namun agama Buddha masih tetap dapat berkembang.

Masa kejayaan Kerajaan Gupta terjadi pada masa pemerintahanSamudragupta (Cucu Candragupta 1). Pada masa pemerintahannya Lembah Sungai Gangga dan Lembah Sungai Indus berhasil dikuasainya dan Kota Ayodhia ditetapkan sebagai ibukota kerajaan.
Pengganti Raja Samudragupta adalah Candragupta II, yang dikenal sebagai Wikramaditiya. Ia juga bergama Hindu, namun tidak memandang rendah dan mempersulit perkembangan agama Budha. Bahkan pada masa pemerintahannya berdiri perguruan tinggi agama Buddha di Nalanda. Di bawah pemerintahan Candragupta II kehidupan rakyat semakin makmur dan sejahtera.
Kesusastraan mengalami masa gemilang. Pujangga yang terkenal pada masa ini adalah pujangga Kalidasa dengan karangannya berjudul "Syakuntala". Perkembangan seni patung mencapai kemajuan yang juga pesat. Hal ini terlihat dari pahatan-pahatan dan patung-patung terkenal menghiasi kuil-kuil di Syanta.

Dalam-perkembangannya Kerajaan Gupta mengalami kemunduran setelah meninggalnya Raja Candragupta II. India mengalami masa kegelapan selama kurang lebih dua abad dan baru pada abad ke-7 M tampil seorang raja kuat yang bernama Harshawardana.

B. Kerajaan Harsha
Setelah mengalami masa kegelapan, baru pada abad ke-7 M muncul Kerajaan Harsha dengan rajanya Harshawardana. Ibu kota Kerajaan Harsha adalah Kanay. Harshawardana merupakan seorang pujangga besar. Pada masa pemerintahannya kesusastraan dan pendidikan berkembang dan pesat. Salah satu pujangga yang terkenal pada masa kerajaan Harshawardana adalah pujangga Bana dengan karyanya berjudul "Harshacarita".

Raja Harsha pada awalnya memeluk agama Hindu, tetapi kemudian memeluk agama Buddha. Di tepi Sungai Gangga banyak dibangun wihara dan stupa, serta dibangun tempattempat penginapan dan fasilitas kesehatan. Candi-candi yang rusak diperbaiki dan membangun candi-candi baru. Setelah masa pemerintahan Raja Harshawardana hingga abad ke-1 1 M tidak pernah diketahui adanya raja-raja yang pernah berkuasa di Harsha. India mengalami masa kegelapan.

Kebudayaan Lembah Sungai Gangga.
Perkembangan kebudayaan masyarakat lembah sungai Gangga mengalami banyak kemajuan pada bidang kesenian. Kuil-kuil yang indah dari Syanta dibangun. Kesusastraannya, seni pahat dan seni patung berkembang pesat. Karya sastra yang terkenal produk peradaban ini adalah Kitab Mahabarata dan Ramayana. Kitab Mahabarata dikarang oleh Resi Wiyasa, mengisahkan tentang keluarga Bharata yang memegang tampuk kekuasaan Kerajaan Hastina. Dua keturunannya, yakni Pandawa dan Kurawa, berebut kekuasaan. Kitab Ramayana dikarang oleh Resi Walmiki, mengisahkan tentang putra mahkota yang bernama Rama. Rama harus berpetualang untuk membebaskan istrinya, Dewi Sinta, dari raja raksasa bernama Rahwana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sengugu atau srigunggu

Manfaat sengugu atau srigugu bagi kesehatan. Tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka atau agak terlindung, bisa ditemukan di hutan sekunder, padang alang-alang, pinggir kampung, tepi jalan atau dekat air yang tanahnya agak lembap dari dataran rendah sampai 1.700 mdpl. Senggugu diduga tumbuhan asli Asia tropik. Perdu tegak, tinggi 1 – 3 m, batang berongga, berbongkol besar, akar warnanya abu kehitaman. Daun tunggal, tebal dan kaku, bertangkai pendek, letak berhadapan, bentuk bundar telur sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi tajam, pertulangan menyirip, kedua permukaan berambut halus, panjang 8 – 30 cm, lebar 4 – 14 cm, warnanya hijau. Perbungaan majemuk bentuk malai yang panjangnya 6 – 40 cm, warnanya putih keunguan, keluar dari ujung-ujung tangkai. Buah buni, bulat telur, masih muda hijau, setelah tua hitam. Budidaya atau perbanyakan tumbuhan ini adalah dengan biji. Nama Lokal : Singgugu (Sunda), Srigunggu, sagunggu (Jawa), Kertase, pinggir tosek (Madura), Sengg...

Burung cabak

BURUNG NOCTURNAL (CABAK) Burung Cabak dengan nama latin Caprimulgidae dan Podargidae merupakan jenis burung pemakan serangga yang beraktivitas pada malam hari. Burung Cabak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam setiap jenisnya. Dimulai dari kebiasaan aktifitas hingga dengan makanannya. Burung   yang mengkonsumsi serangga pada umumnya melakukan aktifitas pada siang hari (Diurnal), namun beberapa dimalam hari yang biasa disebut Nocturnal. Di Indonesia sendiri hanya beberapa burung yang memiliki ciri “Pemakan Serangga dan Bersifat Nocturnal”. Dalam sebuah penelitian yang telah tertulis, hanya diketahui 2 suku jenis burung cabak yang bersifat pemakan serangga dan bersifat nokturnal, antara lain Burung Cabak (Caprimulgidae) dan Paruh Katak (Podargidae) juga disebut cabak di Jawa dan Bali. Kebiasaan Burung Cabak Burung cabak memiliki kebiasaan yang khas. Antara lain terbang berputar-putar pada senja dan dini hari sembari mengeluarkan suara tinggi meratap, “cwuirp” berulang-ulang den...

NawaSanga

Nawadewata  (Sembilan Dewa) atau  Dewata Nawa Sangha ( Sanga), tidak sama dengan Sang Hyang Widhi (Tuhan).  Dewa berasal dari bahasa Sansekerta “div” yang artinya sinar. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Hyang Widhi yang memberikan kekuatan suci untuk kesempurnaan hidup makhluk. Istilah Deva sebagai mahluk Tuhan adalah karena Deva dijadikan (dicipta-kan) sebagaimana dikemukakan di dalam kitab  Reg Veda X. 129.6.  Dengan diciptakan ini berarti Deva bukan Tuhan melainkan sebagai semua mahluk Tuhan yang lainnya pula, diciptakan untuk maksud tujuan tertentu yang mempunyai sifat hidup dan mempunyai sifat kerja (karma). Disamping pengertian di atas, dalam  Reg Veda VIII.57.2 , dijelaskan pula tentang banyaknya jumlah Deva yaitu sebanyak 33 yang terdapat di tiga (3) alam (mandala). Ketiga puluh tiga (33) Deva tersebut terdiri dari 8 Vasu (Basu), 11 Rudra, 12 Aditya, Indra dan Prajapati. Berikut adalah nama dan makna menurut Upanishad Brihadaranyaka dan itih...