Jepang sangat dikenal dengan pulau utama yang ada disana (Hokkaido, Honshu, Shikoku, Kyushu, dan Pulau Cat), akan tetapi dijepang ada pulau yang unik dan disana ada penghuninya yang tetap setia menjalani kehidupan ditengah pulau bekas letusan gunung berapi. Orang sekitar mengenalnya dengan nama pulau Jepang "Aogashima".
Beberapa ratus mil di selatan Tokyo di Laut Filipina terletak pulau Aogashima. Dikelola oleh Tokyo dan bagian dari Kepulauan Izu, penduduk pulau itu 205 orang, Pulau ini dikenal memiliki kaldera vulkanik dalam sebuah kaldera yang lebih besar, yang membuat pulau unik bentuk menyerupai pemandangan tropis dari set Jurassic Park atau hilang yang hanya dapat diakses dengan perahu atau helikopter.
Sebuah desa yang berada di tengah-tengah kawah gunung berapi yang masih aktif, yakni Desa Aogashima yang berada di pulau terpencil jaraknya 358 kilometer dari bagian selatan Tokyo. Akses menuju desa tersebut sangat terbatas dan cukup sulit, sehingga desa ini disebut sebagai desa paling terpencil di Kepulauan Izu, Jepang.
Gunung ini juga sempat meletus pada 1780 silam dan menewaskan 327 penduduk yang tinggal di desa tersebut. Namun meskipun desa ini sempat hancur, tapi para penduduk yang saat itu berhasil menyelamatkan diri kembali lagi menempati Aogashima.
Bukan tanpa alasan desa menyeramkan ini ditempati kembali oleh penghuninya, ini karena kekayaan alam di Desa Aogashima begitu melimpah.
Pemandangan benar-benar mengagumkan karena desa ini bukan dikelilingi pegunungan, melainkan berada di dalam kawah gunung berapi. Udaranya sejuk dan menawan.
Pada Abad ke-18, pegunungan Aogashima pernah meletus dan mengakibatkan korban sampai setengah penduduk desa. Hebatnya, penduduk desa semua lari dari daerah itu namun pada akhirnya ada yang kembali ke Aogashima 50 tahun kemudian.
Hal ini masih dianggap sebagai sebuah gunung berapi aktif kelas-C oleh Badan Meteorologi Jepang (letusan eksplosif yang dipimpin untuk evakuasi dan, dalam beberapa kasus, kematian sebagian besar populasi), letusan terakhir Aogashima selama empat tahun, 1781-1785.
Meskipun sangat terpencil dan sangat berbahaya, keadaan alam di Aogashima ini masih indah dan hijau. Keindahan alam tetap terjaga. Letusan gunung berapi yang terjadi telah membuat tanah di Pulau sangat subur dan baik untuk pertanian. Warga yang tinggal di sana sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani yang berhasil. Mungkin itulah sebabnya istimewanya pulau Aogashima tidak mau ditinggalkan oleh masyarakat setempat.
Kondisi Hijau " Alam " Pulau Aogashima
Pulau ini hanya bisa dicapai menggunakan kendaraan laut dan helikopter, dari Tokyo ke Hachijojima, daerah terdekat dari penduduk pulau Aogashima. Karena pulau ini seluruh wilayahnya adalah kurang dari 9 km persegi, hal terbaik yang dapat di lakukan adalah hanya berjalan kaki. Ada satu jalan yang mengelilingi pulau, dengan cabang yang aneh di sana-sini. Secara keseluruhan Pulau cukup mudah untuk ditelusuri daerahnya, karena kondisi yang kecil dengan bantuan peta ataupun bantuan penduduk setempat dapat menjelajah seluruh daerah dipulau tersebut.
Catatan Awal Peradaban Jepang
Nara diibaratkan ”satu tarikan nafas” dengan Kyoto. Dari sisi sejarah, kedua kota ini bertautan erat. Nara merupakan ibu kota pertama Jepang sebelum kemudian dipindahkan ke Kyoto selama hampir 1.000 tahun. Keduanya pun hanya terpaut jarak 42 kilometer.
”Shunbun-no hi” (vernal equinox day), matahari melintasi khatulistiwa sehingga panjang siang sama dengan panjang malam. Bagi warga Jepang, hari itu adalah saat untuk bercengkrama dan mengunjungi makam keluarga.
Kota Nara merupakan pintu masuk penyebaran agama Buddha ke Jepang pada abad keenam. Sejumlah kuil yang berada di kota menjadi saksi bagaimana ajaran itu mencapai kejayaannya dan bertahan sampai milenia berikutnya. Tetapi, pada era Kekaisaran Meiji, politik memasuki wilayah agama. Muncullah keputusan kaisar pada tahun 1868 yang membatasi ajaran Buddha. Shinto kemudian menjadi satu-satunya kepercayaan yang diakui secara resmi era itu.
Lintasan sejarah terefleksikan di Kuil Todai-ji. Inilah yang menarik dari kota Nara. Terdapat patung raksasa Sang Buddha yang dibangun semasa pemerintahan Kaisar Shomu (724-749), Kuil Todai-ji juga diyakini sebagai bangunan kayu terbesar di dunia, yang beberapa kali harus dibangun ulang karena rusak parah akibat akibat gempa, kebakaran, dan peperangan.
Bangunan yang ada saat ini hanyalah sepertiga dari luas aslinya. Patung perunggu Sang Buddha yang memiliki tinggi 16 meter dan berat sekitar 437 ton itu, kokoh menjulang di ruangan berdinding kayu. Ruangan sederhana itu telah melewati beragam zaman, lebih dari sepuluh abad.
Nara adalah kota taman. Dan, taman-taman di kota ini berpenghuni ratusan kijang yang bebas berkeliaran. Mereka diyakini sebagai titisan para dewa. Di Kuil Kasuga terdapat ruang penyimpanan benda berharga dari Periode Heian (Abad 9-10). Semua benda yang dipamerkan memiliki kaitan dengan legenda Dewa Kasuga yang tiba di Nara dengan menunggangi kijang putih. Legenda itu dituangkan dalam karya seni adiluhung berbentuk lukisan sutra, pahatan kayu, tembikar, keramik, sampai peralatan perang. Semuanya beratribut kijang.
Kuil Kasuga juga dikenal sebagai kuil lentera. Ada sekitar 3.000 lentera batu mengapit jalan masuk menuju bangunan utama. Sementara bangunan di dalam kuil pun dipenuhi deretan lentera perunggu dan kuningan. Upacara khusus untuk menyulut lentera hanya diadakan dua kali dalam setahun, yaitu awal Februari dan pertengahan Agustus. Bisa dibayangkan, ketika gelap malam menyelimuti Kasuga yang dikelilingi perbukitan, dan ribuan lentera itu dinyalakan.., alangkah indahnya.
Terawat
Kota Nara bisa dikelilingi dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Taksi juga mudah ditemukan. Hanya saja, rute yang diambil taksi biasanya jalan-jalan utama. Padahal, di antara gang-gang sempit yang berkelok banyak keindahan tak terduga. Rumah-rumah berarsitektur kuno, kuil-kuil cantik berskala kecil, dan juga kafe untuk melepas lelah.
Masalah bahasa memang kerap menjadi kendala bagi turis asing. Tetapi, beragam brosur dalam bahasa Inggris disediakan gratis di stasiun Nara. Di sini, semua barang juga sudah ditempeli harga sehingga tak perlu tawar-menawar, cukup menunjuk barangnya. Makan di restoran pun sangat mudah karena semua jenis makanan sudah dibuat tiruannya yang dipajang di etalase, lengkap dengan harganya. Jepang juga tidak memiliki budaya tips.
Kebersihan kamar kecil? Untuk yang satu ini Indonesia perlu belajar. Kamar kecil di pelosok mana pun terawat kebersihannya. Antre di stasiun kereta api ataupun di stasiun bus tidak membuat tegang (karena membayangkan kondisi WC setelah dipakai banyak pengunjung). Setiap orang merasa wajib untuk memikirkan kepentingan pemakai berikutnya. Toilet yang ditinggalkan selalu dalam kondisi bersih dan rapi. Budaya yang sungguh membuat iri.
Selain sudah menjadi sikap hidup, kenyamanan itu pun merupakan bagian dari kampanye agresif Pemerintah Jepang untuk menjadikan Jepang sebagai ”negeri pariwisata”. Sejak tahun 2003, Perdana Menteri Jepang kala itu, Koizumi, mencanangkan target untuk menggandakan kedatangan wisatawan ke negara itu menjadi 10 juta per tahun. Target itu harus dicapai pada tahun 2010.
”Sebetulnya kami optimistis target ini bisa tercapai karena pada tahun 2008 jumlah wisatawan asing yang datang sudah mencapai 8,35 juta orang, atau bertambah 4 juta orang dalam waktu empat tahun. Tetapi, kini terjadi krisis global. Kami harus terus kerja keras,” kata Toyohito Shinada, Chief Official, Divisi Promosi Pariwisata, Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan Turisme Jepang.
Jepang yang sudah menjadi negara industri pun merasa harus terus bekerja keras untuk membenahi industri pariwisatanya.
Komentar
Posting Komentar